Keunikan lain yang terdapat di pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal tingkat SMP dan SMA ini adalah dilestarikannya tradisi mencium telapak tangan yang nota bene sekarang ini sudah tidak ditemukan di pesantren modern manapun. Bagi KH. Mahfudin, mencium telapak tangan ustadz, bukan sekedar pelestarian tradisi tapi lebih jauh dari itu adalah penanaman nilai-nilai akhlak bagi para santri.
Kita tahu, Islam mengajarkan ummatnya tentang barokah dan takzim serta penghormatan seorang murid kepada gurunya. Namun hal tersebut sekarang ini dikecohkan oleh orang-orang kafir barat yang mengatas namakan modernisasi, dengan mengatakan bahwa semua manusia adalah sama. Tidak perlu mengagungkan antara satu dengan yang lainnya. Bahkan sampai kepada pernyataan radikal bahwa Muhammad SAW, juga adalah manusia yang sama. Beliau pun bisa salah dan tidak perlu menghormatinya secara berlebihan. Ini merupakan salah satu program pemurtadan yang diluncurkan oleh orang-orang kafir dan musyrik untuk memporak porandakan kaum muslim, ungkap KH. Mahfudin.
Dahulu para santri begitu sungkan ketika bertemu, apalagi berhadapan dengan kyainya. Namun kini, karena hasutan dan doktrin sesat modernisasi, seorang santri sudah berani memanggil kyainya dari jarak yang agak jauh. Tragis! Kalau sudah seperti itu, hilanglah wibawa seorang kyai, yang akhirnya segala petuahnya tidak lagi menjadi sebuah fatwa. Ketika seseorang sudah tidak lagi menghargai petuah-petuah ulama, hanya akan menciptakan alur kehidupan manusia makin semrawut. Yang bodoh makin bodoh. Yang miskin makin miskin, yang ngebelangsak juga makin nyungseb. Ya, karena itu tadi. Sudah tidak ada lagi nasehat yang dapat diterima oleh hatinya, jelas KH. Mahfudin miris.
Itulah sebabnya, lanjutnya, meski di pesantren ini diajarkan berbagai hal yang bersifat modern, penanaman akhlak kepada santri tetap jadi prioritas utama. Dan salah satunya, dengan mencium telapak tangan ustadznya. Kalau mencium punggung tangan merupakan bentuk takzim, maka mencium telapak tangan merupakan sebuah pengharapan keberkahan ilmu dari ustadznya, tegas KH. Mahfudin.